Seketika kenangan masa lalu tersaji dalam pikiranku, sejenak aku terdiam. Terpaku menatap sekelilingku, semua masih sama tak ada yang berubah. Hanya aku yang belum berubah mungkin sampai saat ini.
"Ayoklah masuk, ngapain sih disitu terus? Gue laper nih." Rene berkata seraya menarik tanganku.
Kami pun masuk dan duduk dimeja dihiasi lampu bernuansa romantis yang membuat dadaku terasa sesak seketika. Seakan terbunuh waktu, aku diam menahan sakit. Seruan suara rene memecah lamunanku.
"Ta! Woy!! Lo kenapa sih dari tadi bengong aja, gue tanya mau makan apa ga dijawab." Tanya Rene.
"Eng.. Enggak, ga kenapa-kenapa kok, cuma kagum aja sama lampu-lampunya romantis." Jawabku seraya tersenyum simpul.
"Iya kan apa gue bilang, tempatnya cozy banget kan, romantis pula. Kalo kesini sama cowok mungkin asik ya, romantis." Sahut Rene.
Aku kembali tersenyum menatap Rene.
"Mau pesan apa mbak?" seorang pelayan menghampiri siap mencatat pesanan kami.
"Aku mau BBQ burger yang large satu ya mbak, minumnya milk shake cokelat ya. Lo mau apa ta? Taaa..! Titaaaa..!!" tanya Rene seraya memukul tanganku memecah lamunanku kembali.
"Eh, iya gue mau double cheese burger large satu minumnya air mineral aja."
"Saya ulang ya mbak, BBQ burger largenya satu, double cheese burger largenya satu, milk shake cokelatnya satu dan air mineral satu. Itu aja mbak? Atau ada tambahan lain?" tanya si pelayan.
"Iya mas itu aja, makasih ya." Rene menjawab.
"Eh mas satu lagi, martabak nutella keju satu." Aku menambahkan.
"Oke siap mba, mohon tunggu pesanannya ya."
Pelayan itupun pergi menyiapkan pesanan kami.
"Ta, lo serius makan sebanyak itu?"
"Iyalah, emang kenapa sih?"
"Ya enggak, aneh aja ga biasanya lo makan sebanyak ini. Oh iya gue tau, kalo lo udah kayak gini, biasanya pasti lagi ada masalah. Mana dari tadi gue perhatiin lo bengong melulu lagi. Bener kan?"
"Kata siapa? Sok tau lo ren, gue baik-baik aja kok, beneran."
"Yaelah ta, gue kenal lo bukan baru kemarin kali, udah 7 tahun gue kenal sama lo, mana bisa lo bohong sama gue. Udah deh jujur aja sam gue, lo kenapa sih? Cowok lo lagi?" Rene semakin penasaran.
Pertanyaan Rene membuatku terdiam, bisu, tak dapat berkata. Aku merasakan ada yang dingin dipipiku, mengalir. Tak kuasa ku menahan sesak didada.
"Hey ta, lo kenapa?" Rene menghampiri seraya memelukku.
"Gue... gue diputusin Re..." Air mataku semakin membasahi pipi.
"Kok bisa? Kenapa? Sejak kapan?" Rene penasaran.
"Udah sebulan yang lalu. Gue mergokin dia lagi jalan sama cewek lain dan dari situ dia langsung mutusin gue didepan cewek itu. Dia lebih milih cewek itu reeee...." Aku menjawab terisak dipelukan Rene.
"Ya ampun Ta, udah selama itu kok gue ga tau? Kenapa lo ga cerita sama gue? Gue sahabat lama lo, kenapa sih masih aja tertutup sama gue. Kebiasaan deh lo, apa-apa dipendem sendirian." Sahut Rene geram.
"Ga gitu Re, sebenernya gue pengen banget cerita sama lo. Waktu itu gue butuh banget lo ada disamping gue, tapi lo juga lagi di Bandung kan waktu itu sibuk sama kuliah lo. Terus ke Jakarta juga masih sibuk sama skripsi lo. Gue ga mau aja ganggu lo sama hal ga penting kayak gini. Gue ga mau lo nanti jadi ikut kepikiran sama masalah gue sendiri."
"Ya ampun ta, lo tuh kayak baru kenal gue kemarin sore tau ga. Apalagi pake bilang ini ga penting, penting Ta! Gue ga mau sahabat kesayangan gue kenapa-kenapa. Gue minta maaf ya, emang akhir-akhir ini gue lagi sibuk-sibuknya sama skripsi gue, gue ga bisa ada disaat lo lagi butuh sahabat buat menghibur lo."
"Ga perlu minta maaf Re, gue ngerti kok. By the way, sebenernya gue udah tau duluan soal tempat ini. Tempat ini tuh sebagai saksi bisu senang dan sedihnya gue."
"Hah?! Maksud lo Ta?" Rene bingung.
"Iya, tempat ini tuh tempat first date gue sama Rio. Sampai-sampai tempat ini jadi tempat favorit kita buat dinner. Dan lo tau? Di tempat ini juga gue mergokin Rio lagi sama cewek lain sampai akhirnya dia mutusin gue pun di tempat ini." Aku berkata seraya menghapus air mataku.
"Astaga Titaaa.. Kenapa lo ga bilang sih, tau gitu kan gue ga akan milih tempat ini buat kita ketemu. Pantesan dari awal masuk lo bengong melulu. Sorry yah ta, gue ga tau."
"Ha ha ha.. Iya gapapa Re, gue cuma jadi keinget aja sakitnya kayak gimana. Itu yang dari tadi bikin gue melamun terus."
"Permisi mbak."
Suara pelayan restoran memecah suasana haru yang kita buat. Sambil memberikan pesanan kami satu persatu.
"Satu BBQ burger large, double cheese burger large, martabak nutella keju, milk shake cokelat, dan air mineral. Pesanannya udah lengkap ya, ada tambahan lain?" Tanya si pelayan.
"Udah mas cukup, terimakasih." Rene menjawab.
"Terimakasih kembali, mbak."
Setelah makanan tersaji semua di meja, kami pun langsung menyambut dengan rasa lapar yang tertahan sejak tadi. Kami makan sambil melanjutkan cerita yang belum usai.
"Yaudahlah ta, jangan sedih lagi ya sekarang kan udah ada gue." Rene mencoba menenangkan.
"Iya Re, gue udah belajar buat move on kok dari dia. Cuma tadi aja rada kebawa suasana jadi galau lagi. he he he."
"Gini ya Ta." Sambil menelan burgernya.
"Gini Ta, lo harus inget, dia udah ninggalin lo bukan berarti lo ga cantik, lo ga lebih baik dari cewek itu atau apalah. Harusnya lo bersykur, berarti Tuhan sayang sama lo buat lo ditunjukin kalo dia emang bukan orang yang tepat buat lo. Yang harusnya rugi itu ya da, dia udah nyia-nyiain orang yang sayang tulus sama dia. Lo harus bisa move on Ta, emang lo mau buang-buang waktu lo cuma buat mikirin orang yang udah jelas-jelas ga akan pernah mikirin lo. Jangankan mikirin lo, mikirin perasaan lo aja engga kan. Lo masih mau ngarepin dia lagi?" Rene mencoba menasihati.
Perkataan Rene cukup menampar pikiranku. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku menjawab pertanyaan Rene tersebut karena memang banyak benarnya apa yang sampaikan Rene.
"Iya Ren, lo bener. Gue harus bangkit, harus bisa lupain masa lalu gue yang ga penting itu. Gue harus bisa. Please Ren, bantu gue biar gue ga inget-inget dia melulu."
"Nah, gitu dong. Itu baru Tita yang gue kenal. Tenang aja ta, gue akan selalu siap membantu lo, siap buat denger cerita keluhan lo. Selama gue bisa bantu pasti gue bantu. Udah jangan sedih lagi ya. Mending kita shopping aja yuk, udah kenyang nih."
"Yaudah minta billnya dulu gih."
"Mas!!! Billnya dong" Teriak Rene.
Pelayan yang tadi datang menghampir membawa billing tagihan yang harus dibayarkan.
"Udah, ini gue aja yang traktir. Anggap aja ini buat menebus kesalahan gue karena kemarin gue ga bisa ada saat lo butuh." Rene menjawab seraya mengeluarkan uang dari dompet pinknya.
"Terimakasih banyak ya Re, yaudah yuk cuss."
"Yuuuuukkkk!!"
Kami pun pergi shopping dan meniggalkan restoran tersebu dengan sejuta kenangan.
Keadaan mulai membaik, semakin hari aku semakin sadar dengan perkataan Rene. Semakin siap melupakan kenangan masa lalu, semakin siap menghadapi kenangan masa lalu yang mungkin saja menyapa tiba-tiba tanpa lihat tempat dan kondisi. Dan yang terpenting dari semuanya adalah aku siap untuk melangkah menghadapi hari baru dengan masalah baru dan dengan orang baru lainnya.
" Masa lalu itu memang bukan untuk dilupakan begitu saja, tetapi dijadikan pelajaran agar tak jatuh berulang kali dengan hal yang sama. Bukan juga untuk selalu dikenang, karena masa lalu juga bisa membuat perkara baru untuk masa depan. "
